Buletin At-Tauhid edisi 02 Tahun XV
Peramal itu bermacam-macam, dari dukun tulen, paranormal berkedok ustaz atau kyai, artis tenar, hingga tokoh masyarakat yang mengklaim bisa meramal kejadian setahun ke depan. Padahal mereka sendiri tidak tahu nasib dan masa depan mereka.
Ramalan mereka keliru dan bahkan tidak berguna untuk diri-diri mereka sendiri.
Tentunya jika mereka tahu hal ghaib dan masa yang akan datang melalui ramalan,
kehidupan mereka akan lebih baik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia yang paling mulia saja,
tidak tahu masa depan dan ilmu ghaib.
“…dan andaikata aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan…” (Q.S. Al-A’raf/7: 188).
Percaya ramalan ilmu ghaib bisa diancam kekafiran | Tetap berbahaya walau sekadar iseng coba-coba | Hanya Allah yang mengetahui ilmu ghaib |
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang beranggapan sial atau membenarkan orang yang beranggapan sial, atau siapa saja yang mendatangi tukang ramal atau membenarkan ucapannya, atau siapa saja yang melakukan perbuatan sihir atau membenarkannya.” (H.R. Al Bazzar). | Walaupun tidak percaya, sekadar coba-coba, atau iseng, maka ini juga musibah. Sekadar mendatangi tukang ramal saja, shalatnya tidak diterima selama 40 hari. “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama empat puluh hari tidak diterima.” (H.R. Muslim) | “…Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (Q.S. An Naml: 65). Hanya beberapa makhluk saja yang tahu masa depan karena mendapat wahyu dari Allah. Merekalah orang yang Allah ridhai dari golongan Rasul. Sementara peramal, jelas tidak diridhai Allah. |
Memang agak “lucu” para peramal, di awal tahun berbagai ramalan mereka ramalkan. Peramal ini bermacam-macam, mulai dari dukun tulen, paranormal berkedok ustaz atau kyai, artis tenar, hingga tokoh masyarakat yang mengklaim bisa meramal kejadian setahun yang akan datang. Padahal mereka sendiri tidak tahu nasib dan masa depan mereka.
Sangat lucu juga ternyata ada peramal kondang yang justru meninggal pada tahun yang ia meramalkan dirinya tidak akan tertimpa bencana. Ada juga artis yang mengaku bisa meramal kejadian setahun yang akan datang, namun ternyata dia tidak tahu kariernya hancur di tahun tersebut. Ada tokoh yang juga mengaku bisa meramal sesuatu di masa depan, namun ternyata dia tidak tahu kalau kemudian kariernya akan terhambat. Ramalan mereka keliru dan bahkan tidak berguna untuk diri-diri mereka sendiri. Tentunya jika mereka tahu hal ghaib dan masa yang akan datang, kehidupan mereka akan lebih baik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia yang paling mulia saja tidak tahu masa depan dan ilmu ghaib. Beliau berkata bahwa seandainya tahu, pasti akan banyak kebaikan dan keberuntungan yang didapat sekarang. Misalnya masalah bisnis, keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi beliau tidak tahu masa depan dan hal ghaib.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
“Katakanlah (wahai Muhammad), “Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan andaikata aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-A’raf/7: 188).
Merupakan fakta, di awal tahun baru, ramalan-ramalan muncul di televisi, media dan surat kabar baik berupa ramalan langsung dari peramal ataupun berupa zodiak dan ramalan bintang. Beberapa orang pun sebenarnya tidak percaya karena memang tidak masuk akal, akan tetapi mereka tetap ikut, walau sekadar coba-coba, iseng, ataupun sekadar meramaikan. Ramalan ini bisa menjadi musibah baik dunia dan akhirat bagi pelakunya walapun sekadar iseng.
Percaya dengan ramalan ilmu ghaib bisa diancam dengan kekafiran
Percaya dengan ramalan adalah musibah, karena diancam dengan kekafiran. Tentu saja musibah besar di akhirat karena bisa diancam kekal di neraka. Wal’iyadzu billah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada (Al-Qur’an) yang telah diturunkan pada Muhammad.” (H.R. Ahmad, hasan).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang beranggapan sial atau membenarkan orang yang beranggapan sial, atau siapa saja yang mendatangi tukang ramal atau membenarkan ucapannya, atau siapa saja yang melakukan perbuatan sihir atau membenarkannya.” (H.R. Al Bazzar).
Tidak hanya mendatangi saja, tetapi sekadar percaya saja bisa diancam juga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa mengambil ilmu perbintangan (seperti zodiak misalnya, pent), maka ia berarti telah mengambil salah satu cabang sihir, akan bertambah, dan terus bertambah.” ( H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani).
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Adapun pemberitaan mengenai masa depan (ramalan) yang muncul dari ilmu perbintangan (astrologi/ramalan zodiak) yaitu berpatokan dengan keadaan bintang terhadap kejadian di bumi, maka hal ini sebagaimana perkataan syaikul Islam Ibnu Taimiyyah, ‘Hal ini merupakan perbuatan orang jahiliyah, dan Islam telah datang untuk menghapuskan dan melarangnya. Termasuk hal ini apa yang tersebar di sebagian majalah-majalah yang di kenal dengan “untung dan buntung” (ramalan zodiak) dengan berpatokan pada rasi bintang kelahiran, atau safar, atau yang semisalnya berupa kebohongan dan hal mistis.” (Dinukil dari: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2283).
Berbahaya juga walaupun sekadar iseng coba-coba
Walaupun ia tidak percaya, tetapi sekadar coba-coba, iseng, atau sekadar ikut meramaikan, maka ini juga musibah. Karena sekadar mendatangi tukang ramal saja, shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama empat puluh hari tidak diterima.” (H.R. Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.” (Syarh Muslim lin-nawawi).
Padahal shalat adalah amal yang pertama kali ditimbang, jika baik maka baik seluruh amal dan sebaliknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Pertama kali yang dihisab pada hari kiamat adalah shalat, jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya, dan jika shalatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalannya.” (H.R. Thabrani, dishahihkan oleh Al-Albani).
Dan shalat adalah tiang agama. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,
“Inti dari seluruh perkara (agama) adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” (H.R. At Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani).
Hanya Allah yang mengetahui ilmu ghaib
Jelas para peramal tidak tahu masa akan datang karena hanya Allah yang tahu ilmu ghaib. Allah Ta’ala berfiman,
“Katakanlah, “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (Q.S. An Naml: 65).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Luqman: 34).
Hanya beberapa makhluk saja yang tahu masa yang akan datang karena mendapat wahyu dari Allah. Mereka adalah orang yang Allah ridhai dari golongan Rasul. Adapun peramal, jelas tidak diridhai oleh Allah.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Ilmu ghaib di sisi Allah hanyalah khusus bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Allah mengetahui apa yang telah terjadi, sedang terjadi, dan apa yang tidak terjadi, dan jika seandainya terjadi dan bagaimana kejadiannya. Allah mengetahui apa yang terjadi di akhirat, surga, dan neraka. Mengetahui siapa-siapa yang selamat dan binasa. Mengetahui penduduk surga dan penduduk neraka dan mengetahui segala sesuatu. Sedangkan para Rasul mengetahui dengan perantara wahyu dan apa yang Allah wahyukan kepada mereka, sebagaimana firman Allah (yang artinya), ‘Allah mengetahui hal ghaib, tidaklah ia menampakkan kepada seseorangpun kecuali yang ia ridhai dari golongan para rasul.‘ (Q.S. Al-Jin: 26-27).” (Dinukil dari: http://www.binbaz.org.sa/mat/4201).
Demikian semoga bermanfaat.
***
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen, Sp.PK., M.Sc. (alumnus Ma’had Al-‘Ilmi) pada website muslim.or.id, dengan penyesuaian.